FAKTOR
PEMBATAS LAMUN BESERTA MANFAATNYA:
Padang lamun atau seagrass merupakan salah
satu sumber daya alam wilayah bagian pesisir. Padang lamun merupakan ekosistem
pesisir yang ditumbuhi oleh lamun sebagai vegetasi yang dominan.
Lamun adalah kelompok tumbuhan berbiji
tertutup (Angiospermae) dan berkeping tunggal (Monokotil) yang mampu hidup
secara permanen di bawah permukaan air laut. Komunitas lamun berada di antara
batas terendah daerah pasang surut sampai kedalaman tertentu dimana cahaya
matahari masih dapat mencapai dasar laut.
Dari sekian sudah di jelaskan secara ringkas
tentang lamun, lamun ini mempunyai manfaat dan potensi dari ekosistem lamun,
antara lain:
1. Lamun
itu mempunyai daya untuk menangkap (trapped) sedimen,dan menstabilkan substrat
dasar, dan menjernihkan air.
2. Lamun
sebagai sistem tumbuhan merupakan sumber produktivitas primer, yang diketahui mempunyai
nilai produktivitas yang cukup tinggi.
3. Lamun
merupakan sumber makanan langsung bagi hewan.
4. Lamun
merupakan habibat yang baik bagi beberapa jenis hewan.
5. Lamun
merupakan substrat bagi organisme yang menempel.
6. Lamun
mempunyai kemampuan untuk memindahkan unsur-unsur hara terlarut di perairan
yang ada di permukaan sedimen.
7.
Akar-akar
dan rhizomes lamun mampu mengikat sedimen sehingga bisa mencegah erosi.
Sebelum kita membahas Faktor pembatas
dari lamun, lebih baik kita mengetahui terlebih dahulu pengertian dari faktor pembatas.
Faktor pembatas adalah faktor yang
bertindak sebagai penentu organisme mampu atau tidak mampu bertahan hidup pada
suatu wilayah.
Faktor
Pembatas Lamun
Maka dari itu sama halnya seperti
tanaman air lainnya, maka faktor pembatas yang menentukan kehidupan lamun
secara fisiologis adalah faktor-faktor yang mempengaruhi proses fotosintesis,
yaitu penetrasi cahaya matahari, unsur hara dan difusi karbon anorganik.
Disamping itu ada juga faktor lainnya seperti suhu perairan, salinitas, dan
pergerakan air yang mempengaruhi tumbuhan makrofit seperti lamun ini.
I.
Penetrasi cahaya matahari, kecerahan,
kedalaman air.
Lamun tumbuh di perairan dangkal
karena membutuhkan cahaya matahari. Namun pada perairan jernih yang
memungkinkan penetrasi cahaya dapat masuk lebih dalam, maka lamun dapat hidup
di daerah tersebut. Misalnya lamun jenis Thalassia testudinum yang mampu tumbuh
pada kedalaman 13 meter dan Cymodocea manatorum tumbuh pada kedalaman 22 meter
di kawasan selatan St John, Virgin Islands.
Kemampuan tumbuh lamun pada kedalaman
tertentu sangat dipengaruhi oleh saturasi cahaya setiap individunya. Kekeruhan
karena suspensi sedimen dapat menghambat penetrasi cahaya, dan secara otomatis
kondisi ini akan mempengaruhi pertumbuhan lamun.Selaim itu, kekeruhan juga
dapat disebabkan oleh pertumbuhan epifitic algae dan fitoplankton, limbah
domestik dan limbah organik, yang semuanya dapat menurunkan keberadaan energi
cahaya untuk pertumbuhan lamun, yang pada kahirnya juga mempengaruhi
biota-biota yang ada di habitat lamun tersebut seperti ikan, beberapa jenis
moluska dan krustasea.
II.
Sumber Karbon dan Metabolisme.
Sumber karbon anorganik untuk
fotosintesis umumnya adalah dari karbon dioksida dan bikarbonat. Suplai karbon
anorganik ini sangat penting bagi lamun dalam pertumbuhannya.
III.
Suhu Air
Suhu merupakan salah satu faktor yang
sangat penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme.
Perubahan suhu terhadap kehidupan lamun, antara lain dapat mempengaruhi
metabolisme, penyerapan unsur hara dan kelangsungan hidup lamun. Pada kisaran
suhu 25 - 30°C, fotosintesis bersih akan meningkat dengan meningkatnya suhu.
Demikian juga respirasi lamun meningkat dengan meningkatnya suhu, namun dengan
kisaran yang lebih luas yaitu 5-35°C.
Menurut Nontji (1993), pengaruh suhu
terhadap sifat fisiologi organisme perairan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi fotosintesis. Suhu rata-rata untuk pertumbuhan lamun berkiasar
antara 24-270C. Suhu air dibagian pantai biasanya sedikit lebih
tinggi dari pada yang di lepas pantai, suhu air permukaan di perairan nusantara
umumnya berada dalam kisaran 28-30 0C sedangkan pada lokasi yang sering terjadi
kenaikan air (upwelling) seperti Laut Banda, suhu permukaan bisa menurun
sekitar 250C.
Tumbuhan makrofit seperti lamun, yang
tumbuh pada kondisi mendekati level kompensasi (kekurangan cahaya) akan
mencapai pertumbuhan optimum pada suhu rendah, tetapi pada suhu tinggi akan
membutuhkan cahaya yang cukup banyak untuk mengatasi pengaruh respirasi dalam
rangka menjaga keseimbangan karbon. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan lamun
lebih efektif pada cahaya yang rendah pada musim panas daripada musim dingin.
Pada kondisi intensitas cahaya yang cukup, lamun umumnya mempunyai suhu optimum
untuk fotosintesis sekitar 25-35 derajat Celcius. Demikian juga respirasi lamun
meningkat dengan meningkatnya suhu, namun dengan kisaran yang lebih luas yaitu
5-35°C.
IV.
Salinitas
Salinitas adalah total kosentrasi
ion-ion terlarut yang terdapat di perairan. Salinitas dinyatakan dalam satuan
promil (‰). Nilai salinitas perairan tawar biasanya kurang dari 0,5‰, perairan
payau antara 0,5‰ - 30‰, dan perairan laut 30‰ - 40‰. Pada perairan pesisir,
nilai salinitas sangat dipengaruhi oleh masukan air tawar dari sungai.
Hutomo (1999) menjelaskan bahwa lamun
memiliki kemampuan toleransi yang berbeda terhadap salinitas, namun sebagian
besar memiliki kisaran yang lebar yaitu 10-40‰. Nilai salinitas yang optimum
untuk lamun adalah 35‰. Walaun spesies lamun memiliki toleransi terhadap
salinitas yang berbeda-beda, namun sebagian besar memiliki kisaran yang besar
terhadap salinitas yaitu antara 10-30 ‰. Penurunan salinitas akan menurunkan
kemampuan fotosintesis.
Toleransi lamun terhadap salinitas
bervariasi antar jenis dan umur. Lamun yang tua dapat menoleransi fluktuasi
salinitas yang besar. Ditambahkan bahwa Thalassia ditemukan hidup dari
salinitas 3,5-60 °°/o, namun dengan waktu toleransi yang singkat. Kisaran
optimum untuk pertumbuhan Thalassia dilaporkan dari salinitas 24-35 °°/0.
Salinitas juga dapat berpengaruh
terhadap biomassa, produktivitas, kerapatan, lebar daun dan kecepatan pulih
lamun. Pada jenis Amphibolis antartica biomassa, produktivitas dan kecepatan
pulih tertinggi ditemukan pada salinitas 42,5 °°/o. Sedangkan kerapatan semakin
meningkat dengan meningkatnya salinitas, namun jumlah cabang dan lebar daun
semakin menurun.
V.
Pergerakan Air
Pengaruh pergerakan air terhadap
tumbuhan lamun antara lain berkaitan dengan suplai unsur hara, sediaan gas-gas
terlarut, dan untuk menghalau sisa-sisa metabolisme dan limbah yang pada
akhirnya akan mempengaruhi produktivitas primer dari lamun tersebut.
VI.
Nutrien
Ketersediaan nutrien menjadi faktor
pembatas pertumbuhan, kelimpahan dan morfologi lamun pada perairan yang jernih.
Penyerapan nutrien oleh lamun
dilakukan oleh daun dan akar. Penyerapan oleh daun umumnya tidak terlalu besar
terutama di daerah tropik. Penyerapan nutrien dominan dilakukan oleh akar
lamun. Lamun mengambil unsur hara terlarut melalui akar dan daun dengan
mekanisme tergantung pada jenis unsur hara dan konsentrasinya. Jika konsentrasi
pada kolom air tinggi, maka pengambilan melalui daun mungkin lebih dominan.
Sebaliknya apabila nilai ambang (ambient level) di kolom air rendah,
pengambilan unsur hara akan lebih banyak dilakukan melalui akar.
VII.
Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) adalah ukuran
tentang besarnya kosentrasi ion hidrogen dan menunjukkan apakah air itu
bersifat asam atau basa dalam reaksinya. Derajat keasaman (pH) mempunyai
pengaruh yang sangat besar terhadap organisme perairan sehingga dipergunakan
sebagai petunjuk untuk menyatakan baik buruknya suatu perairan masih tergantung
pada factor-faktor lain.
Nybakken (1992) menyatakan jumlah ion hidrogen dalam suatu larutan
merupakan tolak ukur keasaman. Nilai pH merupakan hasil pengukuran konsentrasi
ion hidrogen dalam larutan dan menunjukkan keseimbangan antara asam dan basa
air.
pH air merupakan salah satu faktor
yang dapat mempengaruhi produktivitas perairan. Suatu perairan dengan pH
5,5-6,5 termasuk perairan yang tidak produktif, perairan dengan pH 6,5-7,5
termasuk perairan yang produktif, perairan dengan pH 7,5-8,5 adalah perairan
yang memiliki produktivitas yang sangat tinggi, dan perairan dengan pH yang
lebih besar dari 8,5 dikategorikan sebagai perairan yang tidak produktif lagi
VIII.
Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen terlarut adalah kandungan
oksigen yang terlarut dalam perairan yang merupakan suatu komponen utama bagi
metabolisme organisme perairan yang digunakan untuk pertumbuhan, reproduksi,
dan kesuburan lamun.
Kandungan oksigen terlarut di perairan
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: (1) interaksi antara permukaan
air dan atmosfir (2) kegiatan biologis seperti fotosintesis, respirasi dan
dekomposisi bahan organik (3) arus dan proses percampuran massa air (4)
fluktuasi suhu (5) salinitas perairan (6) masuknya limbah organik yang mudah
terurai. Keseimbangan struktur senyawa bahan anorganik dipengaruhi oleh
kandungan oksigen perairan. Kesetimbangan nitrogen misalnya ditentukan oleh
besar kecilnya oksigen yang ada di perairan di mana ketika oksigen tinggi akan
bergerak kesetimbangan fasfat. Hal ini disebabkan oleh senyawa anorganik
seperti nitrogen dan fosfat umumnya berada dalam bentuk ikatan dengan unsur
oksigen.
IX.
Sedimen
Perbedaan komposisi jenis substrat
dapat menyebabkan perbedaan komposisi jenis lamun dan juga dapat mempengaruhi
perbedaan kesuburan dan pertumbuhan lamun. Hal ini didasari oleh pemikiran
bahwa perbedaan komposisi ukuran butiran pasir akan menyebabkan perbedaan
nutrisi bagi pertumbuhan lamun dan proses dekomposisi dan meneralisasi yang
terjadi di dalam substrat.
Hutabarat dan Evans (1985) menyatakan
partikel batuan-batuan diangkut dari daratan ke laut oleh-sungai-sungai. Begitu
sedimen mencapai lautan, penyebaran kemudian ditentukan oleh sifat-sifat fisik
dari partikel itu sendiri khususnya oleh lamanya mereka tinggal melayang-layang
dilapisan (kolom) air, partikel-partikel yang berukuran besar cenderung untuk
lebih cepat tenggelam dan menetap daripada yang berukuran kecil. Sedimen
terdiri dari bahan organik dan bahan anorganik. Bahan organik berasal dari
hewan dan tumbuh-tumbuhan yang membusuk lalu tenggelam ke dasar dan
bercampur dengan lumpur. Bahan anorganik
umumnya berasal dari hasil pelapukan batuan. Sedimen hasil pelapukan batuan
terbagi atas, kerikil, pasir, lumpur dan liat. Butiran kasar banyak dijumpai
dekat pantai, sedangkan butiran sedimen halus banyak ditemui di perairan dalam
atau perairan tenang.
X.
Fosfat
Fosfat merupakan salah satu unsur
esensial bagi metabolisme dan pembentukan protein, fosfat yang diserap oleh
jasad hidup nabati perairan (makro maupun makrofita) adalah fosfat dalam bentuk
orto-fosfat yang larut dalam air. Orto-fosfat dalam jumlah yang kecil, yang
merupakan faktor pembatas bagi produktivitas perairan.
Menurut Hutagalong dan Rozak (1997),
fosfat yang terkandung dalam air laut
baik bentuk terlarut maupun tersupsensi keduanya berada dalam bentuk anorganik
dan organik. Bentuk senyawa anorganik terutama terdiri atas gula fosfat dan
hasilnya-hasil oksidasi, nucleoprotein dan fosforprotein. Senyawa fosfat
organik yang terkandung dalam air laut umumnya berbentuk ion (ortro) asam
fosfat, H3PO4. Kira-kira 10% dari fosfat anorganik, terdapat sebagai ion PO43-
dan sebagai besar kira-kira 90% dalam bentuk HPO42-.
Menurut Chaniago (1994) sumber utama
fosfat terlarut dalam perairan adalah hasil pelapukan, mineral yang mengandung
fosfor serta bahan organik seperti hancuran tumbuh-tumbuhan. Fosfat yang
terdapat dalam air laut berasal dari hasil dekomposisi organisme, run-off dari
daratan (erosi tanah), hancuran dari bahan-bahan organik dan mineral fosfat
serta masukan limbah domestik yang mengandung fosfat. Kematian biota, lamun dan
mikroorganisme lainnya memberikan masukan kuantitas nutrient dimana fosfor
organik dalam jaringannya secara cepat berubah menjadi fosfat melalui enzim
fosfatase.