Rabu, 28 Maret 2012

FAKTOR PEMBATAS LAMUN BESERTA MANFAATNYA:


FAKTOR PEMBATAS LAMUN BESERTA MANFAATNYA:
Padang lamun atau seagrass merupakan salah satu sumber daya alam wilayah bagian pesisir. Padang lamun merupakan ekosistem pesisir yang ditumbuhi oleh lamun sebagai vegetasi yang dominan.
Lamun adalah kelompok tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae) dan berkeping tunggal (Monokotil) yang mampu hidup secara permanen di bawah permukaan air laut. Komunitas lamun berada di antara batas terendah daerah pasang surut sampai kedalaman tertentu dimana cahaya matahari masih dapat mencapai dasar laut.
Dari sekian sudah di jelaskan secara ringkas tentang lamun, lamun ini mempunyai manfaat dan potensi dari ekosistem lamun, antara lain:
1.  Lamun itu mempunyai daya untuk menangkap (trapped) sedimen,dan menstabilkan substrat dasar, dan menjernihkan air.
2. Lamun sebagai sistem tumbuhan merupakan sumber produktivitas primer, yang diketahui mempunyai nilai produktivitas yang cukup tinggi.
3.   Lamun merupakan sumber makanan langsung bagi hewan.
4.   Lamun merupakan habibat yang baik bagi beberapa jenis hewan.
5.   Lamun merupakan substrat bagi organisme yang menempel.
6.   Lamun mempunyai kemampuan untuk memindahkan unsur-unsur hara terlarut di perairan yang ada di permukaan sedimen.
7.    Akar-akar dan rhizomes lamun mampu mengikat sedimen sehingga bisa mencegah erosi.
Sebelum kita membahas Faktor pembatas dari lamun, lebih baik kita mengetahui terlebih dahulu pengertian dari faktor pembatas.
Faktor pembatas adalah faktor yang bertindak sebagai penentu organisme mampu atau tidak mampu bertahan hidup pada suatu wilayah.


Faktor Pembatas Lamun
Maka dari itu sama halnya seperti tanaman air lainnya, maka faktor pembatas yang menentukan kehidupan lamun secara fisiologis adalah faktor-faktor yang mempengaruhi proses fotosintesis, yaitu penetrasi cahaya matahari, unsur hara dan difusi karbon anorganik. Disamping itu ada juga faktor lainnya seperti suhu perairan, salinitas, dan pergerakan air yang mempengaruhi tumbuhan makrofit seperti lamun ini.
      I.        Penetrasi cahaya matahari, kecerahan, kedalaman air.
Lamun tumbuh di perairan dangkal karena membutuhkan cahaya matahari. Namun pada perairan jernih yang memungkinkan penetrasi cahaya dapat masuk lebih dalam, maka lamun dapat hidup di daerah tersebut. Misalnya lamun jenis Thalassia testudinum yang mampu tumbuh pada kedalaman 13 meter dan Cymodocea manatorum tumbuh pada kedalaman 22 meter di kawasan selatan St John, Virgin Islands.
Kemampuan tumbuh lamun pada kedalaman tertentu sangat dipengaruhi oleh saturasi cahaya setiap individunya. Kekeruhan karena suspensi sedimen dapat menghambat penetrasi cahaya, dan secara otomatis kondisi ini akan mempengaruhi pertumbuhan lamun.Selaim itu, kekeruhan juga dapat disebabkan oleh pertumbuhan epifitic algae dan fitoplankton, limbah domestik dan limbah organik, yang semuanya dapat menurunkan keberadaan energi cahaya untuk pertumbuhan lamun, yang pada kahirnya juga mempengaruhi biota-biota yang ada di habitat lamun tersebut seperti ikan, beberapa jenis moluska dan krustasea.
    II.        Sumber Karbon dan Metabolisme.
Sumber karbon anorganik untuk fotosintesis umumnya adalah dari karbon dioksida dan bikarbonat. Suplai karbon anorganik ini sangat penting bagi lamun dalam pertumbuhannya.



   III.        Suhu Air
Suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme. Perubahan suhu terhadap kehidupan lamun, antara lain dapat mempengaruhi metabolisme, penyerapan unsur hara dan kelangsungan hidup lamun. Pada kisaran suhu 25 - 30°C, fotosintesis bersih akan meningkat dengan meningkatnya suhu. Demikian juga respirasi lamun meningkat dengan meningkatnya suhu, namun dengan kisaran yang lebih luas yaitu 5-35°C.
Menurut Nontji (1993), pengaruh suhu terhadap sifat fisiologi organisme perairan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi fotosintesis. Suhu rata-rata untuk pertumbuhan lamun berkiasar antara 24-270C. Suhu air dibagian pantai biasanya sedikit lebih tinggi dari pada yang di lepas pantai, suhu air permukaan di perairan nusantara umumnya berada dalam kisaran 28-30 0C sedangkan pada lokasi yang sering terjadi kenaikan air (upwelling) seperti Laut Banda, suhu permukaan bisa menurun sekitar 250C.
Tumbuhan makrofit seperti lamun, yang tumbuh pada kondisi mendekati level kompensasi (kekurangan cahaya) akan mencapai pertumbuhan optimum pada suhu rendah, tetapi pada suhu tinggi akan membutuhkan cahaya yang cukup banyak untuk mengatasi pengaruh respirasi dalam rangka menjaga keseimbangan karbon. Hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan lamun lebih efektif pada cahaya yang rendah pada musim panas daripada musim dingin. Pada kondisi intensitas cahaya yang cukup, lamun umumnya mempunyai suhu optimum untuk fotosintesis sekitar 25-35 derajat Celcius. Demikian juga respirasi lamun meningkat dengan meningkatnya suhu, namun dengan kisaran yang lebih luas yaitu 5-35°C.
  IV.        Salinitas
Salinitas adalah total kosentrasi ion-ion terlarut yang terdapat di perairan. Salinitas dinyatakan dalam satuan promil (‰). Nilai salinitas perairan tawar biasanya kurang dari 0,5‰, perairan payau antara 0,5‰ - 30‰, dan perairan laut 30‰ - 40‰. Pada perairan pesisir, nilai salinitas sangat dipengaruhi oleh masukan air tawar dari sungai.
Hutomo (1999) menjelaskan bahwa lamun memiliki kemampuan toleransi yang berbeda terhadap salinitas, namun sebagian besar memiliki kisaran yang lebar yaitu 10-40‰. Nilai salinitas yang optimum untuk lamun adalah 35‰. Walaun spesies lamun memiliki toleransi terhadap salinitas yang berbeda-beda, namun sebagian besar memiliki kisaran yang besar terhadap salinitas yaitu antara 10-30 ‰. Penurunan salinitas akan menurunkan kemampuan fotosintesis.
Toleransi lamun terhadap salinitas bervariasi antar jenis dan umur. Lamun yang tua dapat menoleransi fluktuasi salinitas yang besar. Ditambahkan bahwa Thalassia ditemukan hidup dari salinitas 3,5-60 °°/o, namun dengan waktu toleransi yang singkat. Kisaran optimum untuk pertumbuhan Thalassia dilaporkan dari salinitas 24-35 °°/0.
Salinitas juga dapat berpengaruh terhadap biomassa, produktivitas, kerapatan, lebar daun dan kecepatan pulih lamun. Pada jenis Amphibolis antartica biomassa, produktivitas dan kecepatan pulih tertinggi ditemukan pada salinitas 42,5 °°/o. Sedangkan kerapatan semakin meningkat dengan meningkatnya salinitas, namun jumlah cabang dan lebar daun semakin menurun.
    V.        Pergerakan Air
Pengaruh pergerakan air terhadap tumbuhan lamun antara lain berkaitan dengan suplai unsur hara, sediaan gas-gas terlarut, dan untuk menghalau sisa-sisa metabolisme dan limbah yang pada akhirnya akan mempengaruhi produktivitas primer dari lamun tersebut.
  VI.        Nutrien
Ketersediaan nutrien menjadi faktor pembatas pertumbuhan, kelimpahan dan morfologi lamun pada perairan yang jernih.
Penyerapan nutrien oleh lamun dilakukan oleh daun dan akar. Penyerapan oleh daun umumnya tidak terlalu besar terutama di daerah tropik. Penyerapan nutrien dominan dilakukan oleh akar lamun. Lamun mengambil unsur hara terlarut melalui akar dan daun dengan mekanisme tergantung pada jenis unsur hara dan konsentrasinya. Jika konsentrasi pada kolom air tinggi, maka pengambilan melalui daun mungkin lebih dominan. Sebaliknya apabila nilai ambang (ambient level) di kolom air rendah, pengambilan unsur hara akan lebih banyak dilakukan melalui akar.
 VII.        Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) adalah ukuran tentang besarnya kosentrasi ion hidrogen dan menunjukkan apakah air itu bersifat asam atau basa dalam reaksinya. Derajat keasaman (pH) mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap organisme perairan sehingga dipergunakan sebagai petunjuk untuk menyatakan baik buruknya suatu perairan masih tergantung pada factor-faktor lain.
  Nybakken (1992) menyatakan jumlah ion hidrogen dalam suatu larutan merupakan tolak ukur keasaman. Nilai pH merupakan hasil pengukuran konsentrasi ion hidrogen dalam larutan dan menunjukkan keseimbangan antara asam dan basa air.
pH air merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas perairan. Suatu perairan dengan pH 5,5-6,5 termasuk perairan yang tidak produktif, perairan dengan pH 6,5-7,5 termasuk perairan yang produktif, perairan dengan pH 7,5-8,5 adalah perairan yang memiliki produktivitas yang sangat tinggi, dan perairan dengan pH yang lebih besar dari 8,5 dikategorikan sebagai perairan yang tidak produktif lagi
VIII.        Oksigen Terlarut (DO)
Oksigen terlarut adalah kandungan oksigen yang terlarut dalam perairan yang merupakan suatu komponen utama bagi metabolisme organisme perairan yang digunakan untuk pertumbuhan, reproduksi, dan kesuburan lamun.
Kandungan oksigen terlarut di perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: (1) interaksi antara permukaan air dan atmosfir (2) kegiatan biologis seperti fotosintesis, respirasi dan dekomposisi bahan organik (3) arus dan proses percampuran massa air (4) fluktuasi suhu (5) salinitas perairan (6) masuknya limbah organik yang mudah terurai. Keseimbangan struktur senyawa bahan anorganik dipengaruhi oleh kandungan oksigen perairan. Kesetimbangan nitrogen misalnya ditentukan oleh besar kecilnya oksigen yang ada di perairan di mana ketika oksigen tinggi akan bergerak kesetimbangan fasfat. Hal ini disebabkan oleh senyawa anorganik seperti nitrogen dan fosfat umumnya berada dalam bentuk ikatan dengan unsur oksigen.
  IX.        Sedimen
Perbedaan komposisi jenis substrat dapat menyebabkan perbedaan komposisi jenis lamun dan juga dapat mempengaruhi perbedaan kesuburan dan pertumbuhan lamun. Hal ini didasari oleh pemikiran bahwa perbedaan komposisi ukuran butiran pasir akan menyebabkan perbedaan nutrisi bagi pertumbuhan lamun dan proses dekomposisi dan meneralisasi yang terjadi di dalam substrat.
Hutabarat dan Evans (1985) menyatakan partikel batuan-batuan diangkut dari daratan ke laut oleh-sungai-sungai. Begitu sedimen mencapai lautan, penyebaran kemudian ditentukan oleh sifat-sifat fisik dari partikel itu sendiri khususnya oleh lamanya mereka tinggal melayang-layang dilapisan (kolom) air, partikel-partikel yang berukuran besar cenderung untuk lebih cepat tenggelam dan menetap daripada yang berukuran kecil. Sedimen terdiri dari bahan organik dan bahan anorganik. Bahan organik berasal dari hewan dan tumbuh-tumbuhan yang membusuk lalu tenggelam ke dasar dan bercampur  dengan lumpur. Bahan anorganik umumnya berasal dari hasil pelapukan batuan. Sedimen hasil pelapukan batuan terbagi atas, kerikil, pasir, lumpur dan liat. Butiran kasar banyak dijumpai dekat pantai, sedangkan butiran sedimen halus banyak ditemui di perairan dalam atau perairan tenang.
    X.        Fosfat
Fosfat merupakan salah satu unsur esensial bagi metabolisme dan pembentukan protein, fosfat yang diserap oleh jasad hidup nabati perairan (makro maupun makrofita) adalah fosfat dalam bentuk orto-fosfat yang larut dalam air. Orto-fosfat dalam jumlah yang kecil, yang merupakan faktor pembatas bagi produktivitas perairan.
Menurut Hutagalong dan Rozak (1997), fosfat yang  terkandung dalam air laut baik bentuk terlarut maupun tersupsensi keduanya berada dalam bentuk anorganik dan organik. Bentuk senyawa anorganik terutama terdiri atas gula fosfat dan hasilnya-hasil oksidasi, nucleoprotein dan fosforprotein. Senyawa fosfat organik yang terkandung dalam air laut umumnya berbentuk ion (ortro) asam fosfat, H3PO4. Kira-kira 10% dari fosfat anorganik, terdapat sebagai ion PO43- dan sebagai besar kira-kira 90% dalam bentuk HPO42-.
Menurut Chaniago (1994) sumber utama fosfat terlarut dalam perairan adalah hasil pelapukan, mineral yang mengandung fosfor serta bahan organik seperti hancuran tumbuh-tumbuhan. Fosfat yang terdapat dalam air laut berasal dari hasil dekomposisi organisme, run-off dari daratan (erosi tanah), hancuran dari bahan-bahan organik dan mineral fosfat serta masukan limbah domestik yang mengandung fosfat. Kematian biota, lamun dan mikroorganisme lainnya memberikan masukan kuantitas nutrient dimana fosfor organik dalam jaringannya secara cepat berubah menjadi fosfat melalui enzim fosfatase.

sumber 2

selanjutnya dapat dilihat di blog:
ranny handayani

Kamis, 22 Maret 2012


CARA MENGHITUNG SALINITAS
Salinitas adalah kadar garam atau tingkat keasinan yang terkandung pada air, salinitas juga terdapat pada tanah. Salinitas yang terkandung pada air danau dan sungai terhitung rendah, maka air pada danau dan sungai dikategorikan sebagai air tawar. Kandungan garam pada air sungai dan danau kurang dari 0,05%. Jika melebihi itu atau sekitar 0,05 % sampai 3% maka air tersebut dikategorikan sebagai air payau. Dan jika tingkat salinitasnya diantara 3% sampai 5% air tersebut dikategorikan sebagai air saline dan jika melebihi 5% maka dikategorikan sebagai brine.

Gambar 1. sea surface salinity


Salinitas di daerah subpolar rendah di permukaan dan bertambah secara tetap (monotonik)terhadap kedalaman. Di daerah subtropis (atau semi tropis, yaitu daerah antara23,5o- 40oLU atau 23,5o- 40oLS), salinitas di permukaan lebih besar daripada dikedalaman akibat besarnya evaporasi (penguapan). Di kedalaman sekitar 500 sampai 1000 meter harga salinitasnya rendah dan kembali bertambah secara monotorik terhadap kedalaman. Sementara di bagian tropis salinitas di permukaan lebih rendah daripada kedalaman, sehingga curah hujan menjadi tinggi.
Menurut beberapa teori, zat-zat garam yang terkandung dalam laut tersebut berasal dari dalam dasar laut melalui proses outgassing, yakni rembesan dari kulit bumi di dasar laut yang berbentuk gas ke permukaan dasar laut. Bersama gas-gas ini, terlarut pula hasil kikisan kerak bumi dan bersama-sama garam-garam ini merembes pula air, semua dalam perbandingan yang tetap sehingga terbentuk garam di laut. Kadar garam ini tetap tidak berubah sepanjang masa. Artinya kita tidak menjumpai bahwa air laut makin lama makin asin. Garam - garaman di laut juga berasal dari sedimen sedimen yang terbawa melalui sungai menuju laut.

Faktor – faktor yang mempengaruhi salinitas :
1.    Penguapan
Makin besar tingkat penguapan air laut di suatu wilayah, maka salinitasnya tinggi.
2.    Curah hujan
Makin besar/banyak curah hujan di suatu wilayah laut maka salinitas air laut itu akan rendah.
3.    Banyak sedikitnya sungai yang bermuara di laut tersebut.
Makin banyak sungai yang bermuara ke laut tersebut maka salinitas laut tersebut akan rendah.  
Untuk menghitung salinitas di laut dapat di bagi 2, yaitu dapat di tentukan secara fisika dan kimia:
·         Secara fisika
Daya hantar listrik (konduktivitas) adalah sifat air laut yang sangatditentukan oleh jumlah kadar garam di laut. Oleh karena itu pengukuransalinitas dapat dilakukan berdasarkan pengukuran konduktivitas dengan menggunakan beberapa alat.
·         Secara kimia
Cara kimia yang biasa digunakan untuk menentukan salinitas adalah dengan menghitung kadar klorida yang ada dalam contoh air laut karenadianggap klorida adalah komponen yang paling penting dan dalam jumlahyang paling banyak. Kandungan klorida ditetapkan sebagai jumlah gram ion pada satu kilogram air laut, dengan menganggap semua halogen ekivalen dengan klorida. Penentuan kandungan klorida dalam sampel air laut disebut klorinitas. Hubungan antara salinitas dan klorinitas ditentukan denganpengukuran dasar laboratorium pada contoh air laut di seluruh dunia yang dinyatakan dengan persamaan.

sumber 2

blog sebelumnya dapat dilihat:
liza syahputra
gilang gunawan

blog selanjutnya dapat di lihat:
ayu rahayu